Kamis, 13 Desember 2012

PERAN DAN FUNGSI KOPERASI SEBAGAI BADAN USAHA MENYONGSONG ERA OTONOMI DAERAH

REVIEW 4

ABSTRAKSI

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoprasian disebutkan bahwa anggota koperasi adalah pemilik (owner) dan sekaligus pengguna jasa (customer) serta anggota koperasi adalah sebagai indivicu yang merupakan subyek hukum dn subyek ekonomi. Badan usaha koperasi merupakan wadah kesatuan tindakan ekonomi dalam rangka mempertinggi efisiensi dan afekivitas kgiatan usaha di arahkan guna pencapaian tujuan ekonomi individu anggotanya, sehingga harus memiliki 5 (lima) sistem , yaitu : sistem keuangan / ekonomi (enonomic / financial system) , sistem teknik (technical system), sistem organisasi dan personalia (human / organizational system), sistem informasi (information system), dan sistem keanggotaan (membership system). Dalam pengembangan peran dan fungsi perkoperasian harus tetap didasarkan pada peningkatan kualitas pelayanan melalui pengembangan kerjasama antara pemerintah daerah, lembaga perkoperasian, badan usaha swasta dan perguruan tinggi. Pengembangan perkoperasian diharapkan tumbuh atas prakarsa masyarakat dan dilaksanakan secara mandiri dalam tatanan sistem ekonomi nasional, sedangkan posisi pemerintah cenderung bersifat fasilitator, stimulator dan regulator.

PENDAHULUAN

Pada dasarnya pada pembangunan ekonomi nasional koperasi diperankan dan di fungsikan sebagai pilar utama dalam sistem perekonomian nasional sesuai dengan penjelasan Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 yang mnempatkan kedudukan koperasi (1) sebagai soko guru perekonomian nasional, (2) sebagai bagian integral tata perekonomian nasional. Sesuai dengan batasan yang dikemukakan oleh Hartowo (1991), berbicara mengenai koperasi haus jelas apa yang dimaksud, misalnya, apakah koperasi sebagai badan usaha , apakah koperasi sebagai gerakan, atau koperasi sebagai sistem ekonomi. Oleh karena itu, dalam uraian selanjtya akan difokuskan (banyak mengarah) pada pengertian koperasi sebagai badan usaha.

Ditinjau dari badan usaha atau pelaku bisnis terdapat 3(tiga) kelompok pelaku bisnis dalam sistem perekonomian nasional, yaitu :
1.      Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
2.      Badan Usaha Milik Swasta (BUMS)
3.      Badan Usaha Koperasi (BUK)

Ketiga badan usaha tersebut dalam kehidupan sehari-hari sering disebut sebagai Pelaku Ekonomi. Berarti dari ketiga pelaku ekonomi tersebut, peran koperasi dalam segala kehidupan perekonomian nasional diharapkan dominan atau menjadi pilar utama., dalam hal pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, pemerataan ekonomi maupun pertumbuhan ekonomi. Dengan kedudukan koperasi seperti itu, maka peranan koperasi dalam mengembangan ekonomi rakyat dalam mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi terutama dalam otonomi daerah menjadi sangat strategis.

TEORI

Menurut pandagan Mohammad Hatta (1987) dalam bukunya “Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun” , ide yang tertanam dalam Pasal 33 UUD 1945, mempunyai sejarah yang panjang yaitu membangun ekonomi rakyat yang lemah. Sehingga koperasi dijadikan soko guru perekonomian nasiaonal, karena:
1.      Koperasi mendidik sikap self-helping
2.      Koperasi memounyai sikap kemasyarakatan, dimana kepentingan masyarakat harus lebih diutamakan dari pada kepentingan pribadi atau golongan sendiri.
3.      Koperasi di gali dan dkembangkan dari kebudayaan Indonesia
4.      Koperasi menentang segala paham yang berbau individualisme dan kapitalisme

Disisi lain, rumusan kedudukan , peranan, hubungan, antara pelaku ekonomi dalam perekonomian nasional dapat dinyatakan sebagai berikut :
1.      BUMN, Koperasi, dan Swasta hendaknya sitempatkan pada posisi dan kedudukan yang setara. Hal ini berarti pelaku ekonomi baik secara normatif maupun operasional memiliki hak hidup yang sama, sesuai dengan misi yang di embannya.
2.      BUMN, Koperasi dan Swast hendaknya melakukan perannya masing-masing dengan memanfaatkan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Untuk keunggulan yang dimaksud disini bahwa masing-masing pelaku ekonomi memiliki kelebihan disau bidang jika dibandingkan dengan pelaku ekonomi lainnya.

Oleh karena itu, dalam pengembangan peran dan fungsinya menyongsong otonomi daerah hendaknya koperasi sebagai badan usaha menerapkan 4(empat) sistem yang saling berinteraksi dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai nya ( Arifin Sitio dan Halomoan Tamba, 2001), yaitu :
1.      Sistem Keuangan/Ekonomi ( economic/financial system)
2.      Sistem teknik (technical system)
3.      Sistem organisasi dan personalia (human/organizational system)
4.      Sistem informasi ( information system)

Ditinjau dari sudut yang saling berinteraksi, maka dapat diartikan bahwa suatu badan usaha atau perusahaan sebagai kombinasi dari manusia, aset-aset fisik dan non fsik, infomasi, dan teknologi.

Badan usaha koperasi yang merupakan wadah kesatuan tindakan ekonomi dalam rangka mempertinggi efesiensi dan efektivitas diarahkan guna mencapai tujuan ekonomi indivicu anggotanya, seehingga selain harus memiliki 4 (empat) sistem yang dimaksud di atas juga harus memasukkan sistem keanggotaan (membership system) sebagai sistem yang kelima. Sistem keanggotaan ini menjadi sangat penting, karena hal tersebut menjadi jati diri atau nilai keunggulan koperasi disamping sangat tergantung pada partisipasi anggotanya. Hal tersebt sejalan dengan hal utama koperasi yang membedakan dengan badan usaha lainnya ( non koperasi ) adalah posisi anggota seperti dalam Undang Undang nomo 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian disebutkan bahwa anggota koperasi adalah pemilik (owner) dan sekaligus pengguna  jasa atau pelanggan (customer). Dengan demikian anggota koperasi adalah orang sebagai individu yang sebagai subyek hukum dan subyek ekonomi tersendiri, merek ini mempunyai kepetingan ekonomi yang sama dan diwadahi oleh koperasi dalam memenuhi kepentingan ekonomi tersebut.

Sejalan dengan pendapat Ropke (1987) dan Burhan Arif (1990), Yuyun Wirasasmita (1991) berepndapat, bahwa anggota koperasi seharusnya mendapat manfaat khusus dari koperasi, karena sebagai pelanggan sekaligus sebagai pemilik anggota akan mendapat promosi khusus. Kelayakan studi koperasi didasarkan kepada dapat menciptakan manfaaat khusus bagi anggota. Koperasi yang tidak dapat memberikan manfaat khusus bagi anggota tidak memenuhi kelayakan studi. Selanjutnya manfaat yang diperoleh dari koperasi harus senantiasa lebih besar dari manfaat yang dapat diperoleh dari perusahaan non koperasi. Keadaan demikian menunjukkan koperasi yang telah lulus dari “coperative test”. Hal ini berarti pula bahwa koperasi telah lulus dari “market test”, yakni koperasi dapat menghasilkan manfaat-manfaat yang setidak tidaknya sama dengan yang dihasilkan oleh perusahaan non koperasi. Disambping itu koperasi juga harus memenuhi “participation test”. Yakni manfaat itu harus dapat direalisasikan kepada anggotanya.

PERMASALAHAN LEMBAGA PERKOPERASIAN

Koperasi adalah organisasi golongan masyarakat yang potensi ekonominya lemah. Ini tidak berarti bahwa pemilik modal tidak boleh masuk menjadi anggota koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi. Karena itu masalah anggota didalam suatu koperasi meliputi memperluas anggota koperasi dan meningkatkan kulitas anggota (Ninik Widiyanti, 1996): untuk memperluas jumlah anggota perlu berpedoman pada sikap seseorag memandang organisasi yaitu bergantung pada persepsi orang itu sendiri terhadap organisasi (P. Hasibuan, 1986). Pembangunan koperasi dapat diartikan sebagai proses perubahan yang menyangkut kehidupan perkoperasian Indonesia guna mencapai kesejahteraan para anggotanya. Keterlibatan pemerintah dalam koperasi harus mempelancar tercapainya tujuan yang diinginkan, yaitu agar anggota nya mampu mengurus dirinya sendiri atau asas self help. Satu hal yang menandai keberhasilan suatu koperasi ialah jumlah anggota yang makin meningkat (Ign. Sukamdiyo, 1996)

Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 18 Tahun 1998 tentang Pemberdaya Koperasi , maka masyarakat diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk koperasi , hal ini merupakan reformasi kebijakan dimana sebelum dipedasaan hanya dibuka kesempatan untuk mendirikan Koperasi Unit Desa (KUD). Dengan diterbitkannya Inpres tersebut maka sejumlah jenis/kelompok koperasi menjadi berkembang dengan pesat, antara lain : Koperasi Tani/ Nelayan, Koperasi Serba Usaha, Koperasi Pondok Pesantren, Koperasi Wredatama, dan koperasi lainnya. Dalam pengertian secara umum (Hendar dan Kusnadi, 2002) dapat dinyatakan bahwa ada dua kondisi yang harus dipenuhi oleh koperasi agar menjadi alternatif yagng menarik bagi para anggota dan calon anggotanya, yaitu :
1.      Koperasi harus dapat menghasilkan paling sedikit kelebihan yang sama dengan perusahaan non koperasi. Koperasi harus bisa menjadi pemenang dalam persaingan dan harus mempunyai potensi untuk memberikan “specific advantages” ataau keunggulan khusus para anggotanya .
2.      Bahkan sungguhpun koperasi dapat memenangkan persaingan dalam suatu kondisi khusus, tetapi para anggota tidak dapat berpartisipasi dalam keunggulan itu, mereka akan kehilangn interest mereka untuk tetap tinggal dalam koperasi. Para anggota harus mampu mengendalikan manajemen koperasi dengan cara menuntut agar manajemen itu mampu dan bersedia mempromosikan interest para anggota.

Disisi lain, permasalah internal perkoperasian juga sangat memerlukan perhatian khusus dan penanganan secara terintegrasi antara pemerintah, swasta, maupun masyarakat yang antara lain meliputi :
1.      Kemampuan manejerial yang masih terbatas, sehingga cenderung bekerja secara parsial dan kurang koordinatif.
2.      Kualitas sumber daya pengelola yang relatif masih rendah dan keengganan masyarakat menjadi anggota koperasi, sehingga pengelola koperasi kurang optimal.
3.      Sebagian besar masih mengandalkan modal sendiri karenan terbatasnya akses pada sumber-sumber pendanaan dari perbankan maupun lembaga bank lainnya.
4.      Terbatasnya media komunikasi dan informasi bisnis sebagai upaya pengembangan jaringan produksi dan distribusi.
5.      Belum dikembangkannya pola kemitraan usaha melalui jaringan usaha, sehingga kegiatan usaha yang dilakukan masih terbatas dan kurangnya inovasi.

Menurut Burhan Arif (1990), masalah membership commitmen akan selalu aktual terutama ketika koperasi harus selalu bersaing dengan organisasi lai non koperasi. Komitmen anggota terhadap koperasi tidak akan menjadi masalah sejauh pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan anggota dapat dipenuhi oleh koperasi itu sendiri. Kendatipun saat ini banyak pesaing koperasi yang menawarkan pelayanan-pelayanan khusus kepada anggota koperasi, masih mungkin kiranya koperasi mengikat secara ekonomis apabila koperasi menawwarkan pelayanan yang lebih baik dr pesaingnya. Dalam hal demikian koperasi masih mempunyai nilai lebih dalam hal kualitas dan pelayanannya. Namun demikian, persaingan dan pasok pasar dapat menurunkan basis ekonomi pelayanan kepada anggotanya, sehingga mengakibatkan transaksi bisnis sebagian atau seluruhnya kepada pihak pesaing koperasi. Reaksi koperasi pada umumnya terhadap masalah ini adalah dengan jalan meningkatkan bisnisnya dengan non anggota secara berlebihan hanya dengan dasar ingin meningkatkan keuntungan. Bila ini terjadi maka prinsip idntitas yang menjadi pilar koperasi akan hilang, sebab anggota lebih merupakan investor dan bukan rekan bisnis, apalagi bila koperasi lebih memalingkan bisnisnya kepada non anggota.

Disamping itu, pendapat Rivai Wirasasmita (1990) menyatakan bahwa faktor faktor yang menentukan keberhasilan suatu organisasi dan suatu koperasi terletak pada pemimpin dan manajemen koperasi itu. Oleh karena itu, manajemen merupakan kunci bagi keberhasilan usaha, sedangkah kepempinan (pengurus) merupakan kunci pembuka bagi keberhasilan oraganisasi. Hal ini berarti bahwa posisi pemimpin dalam organisasi adalah penting sekali. Oleh karenanya, dalam manajemen koperasi perlu mempertimbangkan tipe kepemimpinan, pendekatan atau gaya kepemimpinan, dan pengambilan keputusan bagi para pemimpin.

Endah Kustia Rini ( 22211430) / 2EB09
Fakultas Ekonomi
2011-2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar