ABSTRAKSI
Dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoprasian disebutkan bahwa anggota
koperasi adalah pemilik (owner) dan sekaligus pengguna jasa (customer) serta
anggota koperasi adalah sebagai indivicu yang merupakan subyek hukum dn subyek
ekonomi. Badan usaha koperasi merupakan wadah kesatuan tindakan ekonomi dalam
rangka mempertinggi efisiensi dan afekivitas kgiatan usaha di arahkan guna
pencapaian tujuan ekonomi individu anggotanya, sehingga harus memiliki 5 (lima)
sistem , yaitu : sistem keuangan / ekonomi (enonomic / financial system) ,
sistem teknik (technical system), sistem organisasi dan personalia (human /
organizational system), sistem informasi (information system), dan sistem
keanggotaan (membership system). Dalam pengembangan peran dan fungsi
perkoperasian harus tetap didasarkan pada peningkatan kualitas pelayanan
melalui pengembangan kerjasama antara pemerintah daerah, lembaga perkoperasian,
badan usaha swasta dan perguruan tinggi. Pengembangan perkoperasian diharapkan
tumbuh atas prakarsa masyarakat dan dilaksanakan secara mandiri dalam tatanan sistem
ekonomi nasional, sedangkan posisi pemerintah cenderung bersifat fasilitator,
stimulator dan regulator.
PENDAHULUAN
Pada dasarnya pada
pembangunan ekonomi nasional koperasi diperankan dan di fungsikan sebagai pilar
utama dalam sistem perekonomian nasional sesuai dengan penjelasan Pasal 33
Undang Undang Dasar 1945 yang mnempatkan kedudukan koperasi (1) sebagai soko
guru perekonomian nasional, (2) sebagai bagian integral tata perekonomian
nasional. Sesuai dengan batasan yang dikemukakan oleh Hartowo (1991), berbicara
mengenai koperasi haus jelas apa yang dimaksud, misalnya, apakah koperasi
sebagai badan usaha , apakah koperasi sebagai gerakan, atau koperasi sebagai
sistem ekonomi. Oleh karena itu, dalam uraian selanjtya akan difokuskan (banyak
mengarah) pada pengertian koperasi sebagai badan usaha.
Ditinjau dari badan
usaha atau pelaku bisnis terdapat 3(tiga) kelompok pelaku bisnis dalam sistem
perekonomian nasional, yaitu :
1.
Badan
Usaha Milik Negara (BUMN)
2.
Badan
Usaha Milik Swasta (BUMS)
3.
Badan
Usaha Koperasi (BUK)
Ketiga badan usaha
tersebut dalam kehidupan sehari-hari sering disebut sebagai Pelaku Ekonomi. Berarti dari ketiga
pelaku ekonomi tersebut, peran koperasi dalam segala kehidupan perekonomian
nasional diharapkan dominan atau menjadi pilar utama., dalam hal pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan
tenaga kerja, pemerataan ekonomi maupun pertumbuhan ekonomi. Dengan kedudukan
koperasi seperti itu, maka peranan koperasi dalam mengembangan ekonomi rakyat
dalam mewujudkan kehidupan demokrasi
ekonomi terutama dalam otonomi daerah menjadi sangat strategis.
TEORI
Menurut pandagan
Mohammad Hatta (1987) dalam bukunya “Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun”
, ide yang tertanam dalam Pasal 33 UUD 1945, mempunyai sejarah yang panjang
yaitu membangun ekonomi rakyat yang lemah. Sehingga koperasi dijadikan soko
guru perekonomian nasiaonal, karena:
1. Koperasi mendidik sikap self-helping
2.
Koperasi
memounyai sikap kemasyarakatan, dimana kepentingan masyarakat harus lebih
diutamakan dari pada kepentingan pribadi atau golongan sendiri.
3.
Koperasi
di gali dan dkembangkan dari kebudayaan Indonesia
4.
Koperasi
menentang segala paham yang berbau individualisme dan kapitalisme
Disisi lain, rumusan
kedudukan , peranan, hubungan, antara pelaku ekonomi dalam perekonomian
nasional dapat dinyatakan sebagai berikut :
1.
BUMN,
Koperasi, dan Swasta hendaknya sitempatkan pada posisi dan kedudukan yang
setara. Hal ini berarti pelaku ekonomi baik secara normatif maupun operasional
memiliki hak hidup yang sama, sesuai dengan misi yang di embannya.
2.
BUMN,
Koperasi dan Swast hendaknya melakukan perannya masing-masing dengan
memanfaatkan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Untuk keunggulan yang
dimaksud disini bahwa masing-masing pelaku ekonomi memiliki kelebihan disau
bidang jika dibandingkan dengan pelaku ekonomi lainnya.
Oleh karena itu,
dalam pengembangan peran dan fungsinya menyongsong otonomi daerah hendaknya
koperasi sebagai badan usaha menerapkan 4(empat) sistem yang saling
berinteraksi dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai nya ( Arifin Sitio dan
Halomoan Tamba, 2001), yaitu :
1.
Sistem
Keuangan/Ekonomi ( economic/financial system)
2.
Sistem
teknik (technical system)
3.
Sistem
organisasi dan personalia (human/organizational system)
4.
Sistem
informasi ( information system)
Ditinjau dari sudut
yang saling berinteraksi, maka dapat diartikan bahwa suatu badan usaha atau
perusahaan sebagai kombinasi dari manusia, aset-aset fisik dan non fsik,
infomasi, dan teknologi.
Badan usaha koperasi
yang merupakan wadah kesatuan tindakan ekonomi dalam rangka mempertinggi
efesiensi dan efektivitas diarahkan guna mencapai tujuan ekonomi indivicu
anggotanya, seehingga selain harus memiliki 4 (empat) sistem yang dimaksud di
atas juga harus memasukkan sistem keanggotaan (membership system) sebagai sistem yang kelima. Sistem keanggotaan
ini menjadi sangat penting, karena hal tersebut menjadi jati diri atau nilai
keunggulan koperasi disamping sangat tergantung pada partisipasi anggotanya.
Hal tersebt sejalan dengan hal utama koperasi yang membedakan dengan badan
usaha lainnya ( non koperasi ) adalah posisi anggota seperti dalam Undang
Undang nomo 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian disebutkan bahwa anggota
koperasi adalah pemilik (owner) dan
sekaligus pengguna jasa atau pelanggan (customer). Dengan demikian anggota
koperasi adalah orang sebagai individu yang sebagai subyek hukum dan subyek
ekonomi tersendiri, merek ini mempunyai kepetingan ekonomi yang sama dan
diwadahi oleh koperasi dalam memenuhi kepentingan ekonomi tersebut.
Sejalan dengan
pendapat Ropke (1987) dan Burhan Arif (1990), Yuyun Wirasasmita (1991)
berepndapat, bahwa anggota koperasi seharusnya mendapat manfaat khusus dari
koperasi, karena sebagai pelanggan sekaligus sebagai pemilik anggota akan
mendapat promosi khusus. Kelayakan studi koperasi didasarkan kepada dapat
menciptakan manfaaat khusus bagi anggota. Koperasi yang tidak dapat memberikan
manfaat khusus bagi anggota tidak memenuhi kelayakan studi. Selanjutnya manfaat
yang diperoleh dari koperasi harus senantiasa lebih besar dari manfaat yang
dapat diperoleh dari perusahaan non koperasi. Keadaan demikian menunjukkan
koperasi yang telah lulus dari “coperative
test”. Hal ini berarti pula bahwa koperasi telah lulus dari “market test”, yakni koperasi dapat
menghasilkan manfaat-manfaat yang setidak tidaknya sama dengan yang dihasilkan
oleh perusahaan non koperasi. Disambping itu koperasi juga harus memenuhi
“participation test”. Yakni manfaat itu harus dapat direalisasikan kepada
anggotanya.
PERMASALAHAN LEMBAGA PERKOPERASIAN
Koperasi adalah
organisasi golongan masyarakat yang potensi ekonominya lemah. Ini tidak berarti
bahwa pemilik modal tidak boleh masuk menjadi anggota koperasi sebagai wadah
perjuangan ekonomi. Karena itu masalah anggota didalam suatu koperasi meliputi
memperluas anggota koperasi dan meningkatkan kulitas anggota (Ninik Widiyanti,
1996): untuk memperluas jumlah anggota perlu berpedoman pada sikap seseorag
memandang organisasi yaitu bergantung pada persepsi orang itu sendiri terhadap
organisasi (P. Hasibuan, 1986). Pembangunan koperasi dapat diartikan sebagai
proses perubahan yang menyangkut kehidupan perkoperasian Indonesia guna
mencapai kesejahteraan para anggotanya. Keterlibatan pemerintah dalam koperasi
harus mempelancar tercapainya tujuan yang diinginkan, yaitu agar anggota nya
mampu mengurus dirinya sendiri atau asas self help. Satu hal yang menandai
keberhasilan suatu koperasi ialah jumlah anggota yang makin meningkat (Ign.
Sukamdiyo, 1996)
Dengan dikeluarkannya
Instruksi Presiden Nomor 18 Tahun 1998 tentang Pemberdaya Koperasi , maka
masyarakat diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk koperasi ,
hal ini merupakan reformasi kebijakan dimana sebelum dipedasaan hanya dibuka
kesempatan untuk mendirikan Koperasi Unit Desa (KUD). Dengan diterbitkannya
Inpres tersebut maka sejumlah jenis/kelompok koperasi menjadi berkembang dengan
pesat, antara lain : Koperasi Tani/ Nelayan, Koperasi Serba Usaha, Koperasi
Pondok Pesantren, Koperasi Wredatama, dan koperasi lainnya. Dalam pengertian
secara umum (Hendar dan Kusnadi, 2002) dapat dinyatakan bahwa ada dua kondisi
yang harus dipenuhi oleh koperasi agar menjadi alternatif yagng menarik bagi
para anggota dan calon anggotanya, yaitu :
1.
Koperasi
harus dapat menghasilkan paling sedikit kelebihan yang sama dengan perusahaan
non koperasi. Koperasi harus bisa menjadi pemenang dalam persaingan dan harus
mempunyai potensi untuk memberikan “specific
advantages” ataau keunggulan khusus para anggotanya .
2.
Bahkan
sungguhpun koperasi dapat memenangkan persaingan dalam suatu kondisi khusus,
tetapi para anggota tidak dapat berpartisipasi dalam keunggulan itu, mereka
akan kehilangn interest mereka untuk tetap tinggal dalam koperasi. Para anggota
harus mampu mengendalikan manajemen koperasi dengan cara menuntut agar manajemen
itu mampu dan bersedia mempromosikan interest para anggota.
Disisi lain,
permasalah internal perkoperasian juga sangat memerlukan perhatian khusus dan
penanganan secara terintegrasi antara pemerintah, swasta, maupun masyarakat
yang antara lain meliputi :
1.
Kemampuan
manejerial yang masih terbatas, sehingga cenderung bekerja secara parsial dan
kurang koordinatif.
2.
Kualitas
sumber daya pengelola yang relatif masih rendah dan keengganan masyarakat
menjadi anggota koperasi, sehingga pengelola koperasi kurang optimal.
3.
Sebagian
besar masih mengandalkan modal sendiri karenan terbatasnya akses pada
sumber-sumber pendanaan dari perbankan maupun lembaga bank lainnya.
4.
Terbatasnya
media komunikasi dan informasi bisnis sebagai upaya pengembangan jaringan
produksi dan distribusi.
5.
Belum
dikembangkannya pola kemitraan usaha melalui jaringan usaha, sehingga kegiatan
usaha yang dilakukan masih terbatas dan kurangnya inovasi.
Menurut Burhan Arif
(1990), masalah membership commitmen akan selalu aktual terutama ketika
koperasi harus selalu bersaing dengan organisasi lai non koperasi. Komitmen
anggota terhadap koperasi tidak akan menjadi masalah sejauh pelayanan-pelayanan
yang dibutuhkan anggota dapat dipenuhi oleh koperasi itu sendiri. Kendatipun
saat ini banyak pesaing koperasi yang menawarkan pelayanan-pelayanan khusus
kepada anggota koperasi, masih mungkin kiranya koperasi mengikat secara
ekonomis apabila koperasi menawwarkan pelayanan yang lebih baik dr pesaingnya.
Dalam hal demikian koperasi masih mempunyai nilai lebih dalam hal kualitas dan
pelayanannya. Namun demikian, persaingan dan pasok pasar dapat menurunkan basis
ekonomi pelayanan kepada anggotanya, sehingga mengakibatkan transaksi bisnis
sebagian atau seluruhnya kepada pihak pesaing koperasi. Reaksi koperasi pada
umumnya terhadap masalah ini adalah dengan jalan meningkatkan bisnisnya dengan
non anggota secara berlebihan hanya dengan dasar ingin meningkatkan keuntungan.
Bila ini terjadi maka prinsip idntitas yang menjadi pilar koperasi akan hilang,
sebab anggota lebih merupakan investor dan bukan rekan bisnis, apalagi bila
koperasi lebih memalingkan bisnisnya kepada non anggota.
Disamping itu,
pendapat Rivai Wirasasmita (1990) menyatakan bahwa faktor faktor yang
menentukan keberhasilan suatu organisasi dan suatu koperasi terletak pada
pemimpin dan manajemen koperasi itu. Oleh karena itu, manajemen merupakan kunci
bagi keberhasilan usaha, sedangkah kepempinan (pengurus) merupakan kunci
pembuka bagi keberhasilan oraganisasi. Hal ini berarti bahwa posisi pemimpin
dalam organisasi adalah penting sekali. Oleh karenanya, dalam manajemen
koperasi perlu mempertimbangkan tipe kepemimpinan, pendekatan atau gaya
kepemimpinan, dan pengambilan keputusan bagi para pemimpin.
Endah Kustia Rini ( 22211430) / 2EB09
Fakultas Ekonomi
2011-2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar